ANALISIS TATANIAGA KOPRA PUTIH DI KECAMATAN TEMPULING KABUPATEN INDRAGIRI HILIR
Abstract
Tataniaga kopra putih di Kecamatan Tempuling adalah pelaku usaha menjual kopra putih ke pedagang pengumpul karena pelaku usaha tidak memiliki kemampuan untuk memasarkan langsung ke eksportir. Harga kopra putih ditentukan oleh pedagang pengumpul sehingga pelaku usaha tidak mendapatkan harga penawaran yang lebih tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk 1) memberikan gambaran mengenai saluran tataniaga, 2) menganalisis margin dan efisiensi tataniaga kopra putih. Pengambilan sampel pedagang pengumpul dan eksportir menggunakan metode sensus. Tataniaga kopra putih di Kecamatan Tempuling memiliki 3 saluran tataniaga yaitu, saluran I: pelaku usaha – eksportir – Pakistan dan Bangladesh, saluran II: pelaku usaha – pedagang pengumpul – eksportir – Pakistan dan Bangladesh, dan saluran III: pelaku usaha – pedagang pengumpul – pedagang besar – industri hilir domestik kopra putih. Saluran III adalah saluran tataniaga hanya kopra putih jenis riject, karena kopra putih riject tidak di ekspor ke luar negeri. Saluran I lebih efisien dari pada saluran II yaitu Grade A sebesar 18% dan Grade B 21%. Sedangkan pada saluran II efisiensi Grade A sebesar 20% dan Grade B 23%. Jika ditinjau dari margin tataniaganya, saluran I memiliki margin tataniaga yang lebih besar karena pelaku usaha menjual kopra putih langsung ke eksportir tidak melalui pedagang pengumpul, sehingga harga lebih tinggi.
White copra in Tempuling Subdistrict, business people sell white copra to collecting merchants. Businesses do not have the ability to market directly to exporters. The price of white copra is determined by the collecting merchant so that the businessman does not get a higher bid price. The study aims to 1) provide an overview of the governance channels, 2) analyze the margins and efficiency of white copra governance. Sampling of merchant collectors and exporters uses census methods. White copra administration in Tempuling Subdistrict has 3 commerce channels namely, channel I: business actors - exporters - Pakistan and Bangladesh, channel II: business actors - collecting traders - exporters - Pakistan and Bangladesh, and channel III: business people - collecting traders - wholesalers - domestic downstream industries white copra. Channel III is the only riject-type white copra channel, because white copra riject is not exported abroad. Channel I is more efficient than channel II, grade A at 18% and Grade B at 21%. While in channel II the efficiency of Grade A is 20% and Grade B is 23%. When viewed from the margin of the trade, channel I has a larger commerce margin because businesses sell white copra directly to exporters not through collecting traders, so prices are higher.
References
Asmarantaka, Ratna W. 1999. Pemasaran pertanian. Jurnal Agribisnis Indonesia. 5(12). Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Indragiri Hilir. 2020. Kecamatan Tempuling Dalam Angka 2020. Badan Pusat Statistik Kabupaten Indragiri Hilir. Tembilahan.
Badan Pusat Statistik Provinsi Riau. 2020. Riau Dalam Angka 2020, Badan Pusat Statistik Provinsi Riau, Pekanbaru.
Br. Marpaung, Kristina. 2020. Motivasi Indonesia ekspor kopra putih ke Bangladesh (studi kasus: komoditi kopra putih dari CV.Amarta Indragiri Hilir). JOM FISIP. 7(1): 2-3
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2010. Arah Kebijakan Pembangunan Perkebunan. Diakses Melalui: www.ditjenbun.pertanian.go.id. Juni 2021.
Kotler, P. 2002. Manajemen Pemasaran. Jilid 1. Erlangga. Jakarta.
Soekartawi. 2002. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Rajawali Press. Jakarta.
Sudiyono A. 2001. Pemasaran Pertanian. UMM Press. Malang.
Copyright (c) 2022 JURNAL AGRIBISNIS

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.